Sabtu, 03 Maret 2012

kelmahan konsumen perbankan



A.Kedudukan Konsumen Perbankan
Konsumen adalah seseorang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu konsumen adalah end user atau pengguna akhir tanpa mengharuskan konsumen bertindak sebagai pembeli barang atau jasa tersebut. Nasabah Bank adalah Konsumen Jasa Perbankan, artinya nasabah bank adalah pihak yang menggunakan produk-produk pelayanan jasa perbankan. Dalam kedudukan tersebut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa “Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.
Pertanyaannya, apakah nasabah bank telah mendapatkan perlindungan dari barang, produk,jasa pelayanan yang ia beli?
Dalam kasus pencurian dana nasabah dengan modus pembobolan Automatic Teller Machine (ATM),yang terjadi di Banda aceh pada awal bulan februari,kita di gegerkan dengan kasus pembobolan ATM yang menimpa beberapa nasabah di Banda aceh, dengan modus kartu ATM tertelan mesin atau nyangkut,kemudian pelaku memasang nomor call-canter palsu di bawah box ATM. Dalam kejadian tersebut, Bank Indonesia telah memperingatkan kepada seluruh bank agar lebih memperketat pengamanan. Namun, faktanya kejadian pembobolan ATM milik nasabah masih terjadi.
Dari sekilas gambaran kasus-kasus tersebut di atas, posisi hukum konsumen perbankan sangat lemah baik dalam konteks pidana apalagi perdata. Dari sisi pidana hingga kini polisi masih kesulitan mengungkap sindikat di balik pencurian dana nasabah tersebut. Apalagi berbicara perlindungan hukum dalam konteks perdata, pihak bank selalu berkelit pada klausul baku yang berlaku di bank tempat di mana rekening dibuka.
B.Nasabah Diposisi Lemah
Menurut catatan Bank Indonesia, terdapat 231 kasus, yang di antaranya meliputi kasus tindak pidana perbankan di 105 bank, perihal itu terjadi sejak tahun 2004. Itu belum termasuk kasus-kasus pembobolan ATM, di mana dana nasabah di sejumlah bank yakni Bank Mandiri, Bank BII, BCA, BRI dan BNI, nilai uang nasabah yang raib diperkirakan mencapai Rp5 miliar (Tempo 21 Januari 2010). Bukan itu saja, sejak tahun 2006, setidaknya ada 737 laporan kasus pengaduan nasabah, laporan ini berasal dari nasabah 71 bank. Sementara itu sumber Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menyebutkan angka statistik pengaduan konsumen pada periode 2010 mencapai 590 kasus, pengaduan jasa keuangan menduduki rangking pertama, yaitu sebanyak 111 kasus (18,81 persen) yang terdiri atas aduan konsumen perbankan 82 kasus, aduan konsumen leasing 22 kasus, dan aduan konsumen asuransi mencapai 8 kasus (Sudaryatno, Ketua Harian YLKI, 12 April 2011).
Pertanyaannya sejauhmana pihak Bank bertanggung jawab kepada konsumen nasabah perbankan? Apakah asas perlindungan konsumen maupun asas-asas perbankan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun Undang-Undang Perbankan telah patuhi pihak Bank? Terjadinya pembobolan ATM secara beruntun di beberapa daerah di Indonesia mengindikasikan betapa lemahnya sistem audit keamanan ATM. Hal ini tentunya menimbulkan tanda tanya, apakah lemahnya sistem audit keamanan tersebut merupakan salah satu akibat bobolnya ATM? Kabareskrim Mabes Polri Komjen. Pol. Ito Sumardi yang beberapa waktu lalu menyatakan bahwa terjadi indikasi keterlibatan orang dalam atau pegawai bank karena Kode PIN ATM dapat diketahui pelaku kejahatan. Keterlibatan pihak bank sangat mungkin terjadi mengingat otoritas rahasia PIN hanya diketahui oleh pihak bank, demikian pernyataan Konjem Pol. Ito Sumardi.
Keterlibatan pihak ke-3 dalam pengawasan dan pengisian box ATM bukan tidak mungkin menjadi salah satu faktor lemahnya sistem pengamanan ATM jika bank tidak serta merta memiliki standardisasi yang baku dalam memberikan perlidungan keamanan nasabah pemilik kartu ATM.
Berpijak pada kasus-kasus yang terjadi, sangat diharapkan adanya upaya yang serius, komitmen dari pelaku usaha perbankan untuk tidak semata-mata berpikir dan bertindak atas nama koorporasi yang selalu berpegang pada teori keuntungan semata. Peran Bank Indonesia (BI) tentu sangat ditunggu dalam melakukan pengawasan sistem audit keamanan ATM.
Kasus-kasus pembobolan ATM maupun kasus pembobolan dana nasabah melalui modus tertentu selalu memposisikan nasabah di pihak yang lemah. Betapa tidak, karena pihak bank selalu berlindung di balik Undang-Undang Rahasia Perbankan. Belum pula jika mengacu pada klausula baku yang cenderung banyak dilanggar pihak perbankan maupun lembaga – lembaga finance.
Meskipun Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah secara tegas menyatakan bahwa hal-hal yang dilarang menyangkut yang klausula baku, namun cukup banyak terjadi pelanggaran dalam penerapan klausula baku ini. Misalnya; menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya, sekali lagi, konsumen masih berada di pihak yang kalah.
Read More..