Minggu, 11 Desember 2011

Wanprestasi Dalam Hukum Perdata


wanprestasi dan akibat dalam hukum perikatan
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Bentuk wanprestasi :
1. Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan. 
2. Debitur terlambat memenuhi perikatan. 
3. Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.
Akibatnya : jika merugikan wajib mengganti kerugian.
1. Ganti rugi. 
2. Pembatalan. 
3. Pelaksanaan + ganti rugi. 
4. Pembatalan + ganti rugi.

Sumber hukum perikatan secara materil ada dua yaitu uu dan uu Karena perbuatan manusia. Pasal 1365 mengenai akibat melawan hukum dengan menggganti kerugian yaitu dengan adanya pembuktian dan hubungan causalitas. Syarat sahnya perjanjian adalah persetujuan antara kedua belah pihak (pasal 1320) dimana yang dimaksudkan “persetujuan” kedua belah pihak dan kemudian diganti “perjanjian” karena berdasarkan kesepakatan “comunis equino dictum” = doktrin dari para ahli. Ingkar janji itu maknanya terlalu sempit, antara kata “tidak berprestasi sama sekali” memiliki makna yang sama dengan “terlambat prestasi” disatu sisi. Contoh : karena keterlambatan pemenuhan prestasi oleh debitur sehingga dianggap tidak bermanfaat lagi kepada kreditur, maka dapat disebut tidak memenuhi prestasi sama sekali.

Keliru ada dua yaitu :
1. Keliru karena kualitasnya, contoh : A membeli beras dari B tetapi, kemudian A membayar Rp 5000 tanpa tahu kualitas beras yang diberikan B. 
2. Keliru karena bentuknya, contoh : A memesan beras rojo lele dari B, akan tetapi B mengirimkan beras pandan kepada A.
Overmacht (keadaan memaksa) :
1. Pasal 1244. 
2. Unsur-unsur overmacht. 
3. Ada 3 unsur yang harus dipenuhi untuk keadaan memaksa, yaitu : 
• Tidak memenuhi prestasi. 
• Ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitur. 
• Factor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak dipertanggungjawabkan kepada debitur.
Akibat overmacht :
Kreditur tidak dapat menuntut agar perikatan itu dipenuhi tidak dapat mengatakan debitur berada dalam keadaan lalai dan karena itu tidak dapat menuntut.
Risiko :
1. Adalah suatu ajaran tentang siapakah yang harus menanggung ganti rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam keadaan overmacht. 
2. Luas ganti rugi (kerugian yang nyata).
Pasal 1246.
3. Kerugian yang diduga.
Pasal 1247.
Akibat hukumnya : wajib membayar penggantian biaya, rugi dan bunga.
Biaya = ongkos-ongkos yang dkeluarkan oleh debitur.
Rugi = berkurangnya harta kekayaan dari kreditur.
Bunga = sesuatu yang harus diperoleh kreditur.
Somasi 
Penetapan lalai (somasi) :
• Penetapan lalai merupakan upaya untuk sampai kepada suatu saat dimana debitur dinyatakan ingkar janji atau disebut lalai.
Pasal 1238 KUH Perdata
Si ber-utang adalah lalai, apabila :
o Dengan surat perintah (bevel) atau.
o dengan akte sejenis (soortgelijke akte) itu telah dinyatakan lalai, atau
o Demi perikatannya sendiri yang menetapkan bahwa berutang lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Akibat hukumnya : wajib membayar penggantian biaya rugi dan bunga.
Jika ada somasi yang lebih dari satu, dengan tanggal berbeda, maka yang dipakai adalah yang paling ringan, bukan paling lama.
Perbuatan dalam perjanjian terdiri dari :
1. Perbuatan biasa. 
2. Perbuatan hukum. 
3. Perbuatan melawan hukum.
Jenis-jenis perikatan :
a. Isi dari prestasinya 
• Perikatan positif dan negative. 
• Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan. 
• Perikatan alternative. 
• Perikatan fakultatif. 
• Perikatan generic dan spesifik. 
• Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi.
b. Subjek-subjeknya 
Perikatan solider atau tanggung renteng.
Peri
hukum perikatan
1. Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut“ ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti: hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, peristiwa, keadaan.Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jadi, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih, yakni pihak yang berhak atas prestasi dan pihak yang wajib memenuhi prestasi, juga sebaliknya.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.
2. Dasar hukum
Dasar hukum Pasal 1233 KUHPerdata “ tiap-tiap perikatan  dilahirkan karena persetujuan baik karena  UU”. Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHPerdata terdapat tiga sumber yaitu :
1.    Perikatan yang timbul dari persetujuan.
2.  Perikatan yang timbul dari undang – undang
3.  Perikatan terjadi bukan perjanjian
3. Asas-asas Hukum Perikatan Nasional
Asas tersebut adalah sebagai berikut:
Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari.
Asas Persamaan Hukum
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang  mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
Asas Kesimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang- undang bagi yang membuatnya.
Asas Moralitas
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
Asas Kepatutan
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya.
Asas Kebiasaan
Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.
Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhanasas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
Jenis – jenis resiko digolongkan menjadi, yaitu :
Resiko dalam perikatan sepihak
Resiko dalam perikatan timbal balik
Resiko dalam jual beli diatur dalam pasal 1460 KUHPerdata
Resiko dalam tukar menukar diatur dalam pasal 1545 KUHPerdata
Resiko dalam sewa menyewa diatur dalam pasal 1553 KUHPerdata
4.         Macam – macam perikatan :
a.  perikatan bersyarat
b.  perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
c.  perikatan yang membolehkan memilih
d.  perikatan tanggung menanggung
e.  perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
f.  perikatan tentang penetapan hukuman
5.         Unsur-unsur perikatan
1.      Hubungan hukum ( legal relationship )
2.      Pihak-pihak yaitu 2 atau lebih pihak ( parties )
3.      Harta kekayaan ( patrimonial )
4.      Prestasi ( performance )
5. Sistem Hukum Perikatan
Sistem hukum perikatan adalah terbuka. Artinya, KUHPerdata memberikan kemungkinkan bagi setiap orang mengadakan bentuk perjanjian apapun, baik yang telah diatur dalam undang-undang, peraturan khusus maupun perjanjian baru yang belum ada ketentuannya. Sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Akibat hukumnya adalah,  jika ketentuan bagian umum bertentangan dengan ketentuan khusus, maka yag dipakai adalah ketentuan yang khusus, misal: perjanjian kos-kosan, perjanjian kredit, dll.
Pasal 1320 KUHPerdata mengatur tentang syarat sahnya perjanjian yaitu :
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (tidak ada paksaan, tidak ada keleiruan dan tidak ada penipuan)
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan  (dewasa, tidak dibawah pengampu)
Suatu hal tertentu (objeknya jelas, ukuran, bentuk dll)
Suatu sebab yang halal (tidak bertentangan dengan ketertiban, hukum/UU dan kesusilaan)
Bagaimana jika Pasal 1320 KUHPerdata tersebut dilanggar ?
Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada subjeknya yaitu syarat : 1). sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan 2) kecakapan untuk bertindak, tidak selalu menjadikan perjanjian tersebut menjadi batal dengan sendirinya (nietig) tetapi seringkali hanya memberikan kemungkinan untuk dibatalkan (vernietigbaar), sedangkan perjanjian yang cacat dalam segi objeknya yaitu : mengenai 3) segi “suatu hal tertentu” atau  4) “suatu sebab yang halal” adalah batal demi hukum.
Artinya adalah jika dalam suatu perjanjian syarat 1 dan 2 dilanggar baru dapat dibatalkan perjanjian tersbeut setelah ada pihak yang merasa dirugikan mengajukan tuntutan permohonan pembatalan ke pengadilan. Dengan demikian perjanjian menjadi tidak sah. Lain hal jika syarat 3 dan 4 yang dilanggar maka otomatis perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum walaupun tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Maka dapat disimpulkan suatu perjanjian dapat terjadi pembatalan karena :
Dapat  dibatalkan, karena diminta oleh pihak untuk dibatalkan dengan alas an melanggar syarat 1 dan 2 pasal 1320 KUHPerdata.
Batal demi hukum, karena melanggar syarat 3 dan 4 pasal 1320 KUHPerdata
6. Sifat Hukum Perikatan
Sebagai hukum pelengkap/terbuka, dalam hal ini jika para pihak membuat ketentuan sendiri, maka para pihak dapat mengesampingkan ketentuan dalam undang-undang.
Konsensuil, dalam hal ini dengan tercapainya kata sepakat di antara para pihak, maka perjanjian tersebut telah mengikat.
Obligatoir, dalam hal ini  sebuah perjanjian hanya menimbulkan kewajiban saja, tidak menimbulkan hak milik. Hak milik baru berpindah atau beralih setelah dilakukannya penyerahan atau levering.
6.              Hapusnya Perikatan :
Pasal 1381 Perikatan Hapus :
Karena pembayaran,karena penawaran pembayaran tunai,diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, karena pembaruan utang, karena perjumpaan utang atau kompensasi;
Karena pencampuran utang, karena pembebasan utang, karena musnahnya barang yang terutang, karena kebatalan atau pembatalan;
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUHPerdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c. Pembaharuan utang
d. Perjumpaan utang atau kompensasi
e. Percampuran utang
f. Pembebasan utang
g. Musnahnya barang yang terutang
h. Batal/pembatalan
i. Berlakunya suatu syarat batal
j. Lewat waktu


| Free Bussines? |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar